MBG dan Harapan Generasi Emas 2045

Oleh : HASRUL, S.E., M.Eng. Ketua HIPMI Penajam Paser Utara

KALTIMTALK.COM – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto sejak masa kampanye Pilpres 2024 digadang-gadang sebagai program unggulan dan terbesar pemerintah. Keseriusan pelaksanaannya sudah terlihat sejak awal pelantikan Prabowo–Gibran sebagai presiden dan wakil presiden. Hal ini tampak dari pembentukan sejumlah lembaga baru yang difokuskan untuk menyukseskan program besar ini sekaligus merealisasikan janji politik Prabowo.

Tak tanggung-tanggung, lebih dari Rp300 triliun APBN dialokasikan untuk menjalankan program ini. Angka yang sangat fantastis tersebut diberikan kepada Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai pengelola kegiatan MBG. Pemerintah tentu berharap, dengan anggaran sebesar itu, program MBG tidak hanya berjalan baik dan maksimal untuk meningkatkan kualitas gizi anak-anak Indonesia, tetapi juga mampu mendorong pertumbuhan perekonomian bangsa.

Lebih dari setahun sejak BGN dibentuk pada 15 Agustus 2024, program MBG mulai diuji coba di berbagai daerah. Di lapangan, berbagai masalah dan kendala muncul, dari persoalan ringan seperti keterbatasan personel, hingga masalah serius seperti kasus keracunan di beberapa wilayah yang bahkan ditetapkan sebagai kejadian luar biasa karena tingginya jumlah korban keracunan setelah mengonsumsi MBG.

Melihat kondisi tersebut, BGN perlu melakukan evaluasi ketat dan menyeluruh terhadap berbagai persoalan yang timbul selama pelaksanaan MBG. Program dengan tujuan mulia serta dukungan anggaran besar seharusnya dipersiapkan secara sangat matang sebelum diterapkan secara luas. Evaluasi harus dilakukan secara paripurna dari hulu hingga hilir, tidak hanya pada persoalan di SPPG sebagai satuan terakhir yang mengelola dan menyajikan langsung makanan kepada siswa, tetapi juga pada tata kelola dan sistem koordinasi di tingkat pengambil kebijakan.

Masalah di lapangan bisa saja berkaitan dengan kebijakan di tingkat atas. Contoh kecil adalah penetapan nilai porsi makanan. Tentu tidak bisa menyamakan porsi MBG di Jawa dengan di luar Jawa. Kemudian soal transparansi anggaran, terdapat fee sebesar Rp2.500 yang diserahkan kepada yayasan. Angka ini perlu diperjelas: digunakan untuk apa, dan mengapa diberlakukan, karena penerapan fee tersebut justru bisa mengurangi kualitas makanan MBG itu sendiri. Selain itu, pelaksanaan MBG di daerah juga perlu lebih dimatangkan, sebab sejauh ini koordinasi dan sistem komunikasi belum baku. Masih belum jelas siapa yang bertanggung jawab atas pelaksanaan MBG di daerah dan siapa yang mengawasi sampai ke tahap akhir distribusi makanan kepada siswa.

Perlu diingat bahwa MBG bukan sekadar proyek memberi makan siswa se-Indonesia. MBG adalah program mulia Presiden Prabowo untuk meningkatkan kualitas gizi anak-anak Indonesia agar kelak mereka tumbuh dengan kecerdasan yang baik, fisik yang kuat, dan mampu bersaing di tingkat global. Lebih dari itu, MBG juga diharapkan menimbulkan efek domino pada berbagai sektor: menggairahkan ekonomi, membuka lapangan kerja baru, menumbuhkan industri baru, dan mengurangi kemiskinan.

BGN tidak hanya membutuhkan orang-orang cerdas untuk melaksanakan program besar ini. BGN membutuhkan sosok yang jujur dan tulus, yang sungguh ingin membangun negeri ini menjadi lebih baik melalui program Makan Bergizi Gratis.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *